JAKARTA | KabarSumatera.Com – Komisi Yudisial (KY) angkat bicara soal penolakan DPR terhadap 12 Calon Hakim Agung dan Ad Hoc HAM di MA Tahun 2024. Bahkan KY menyatakan, pihaknya belum mengetahui alasan mendasar terhadap penolakan usulan itu.
Anggota KY dan Juru Bicara KY, Mukti Fajar Nur Dewata melalui siaran pers-nya nomor Nomor : 34/SIARAN PERS/AL/LI.04.05/08/2024, Jakarta tanggal 29 Agustus 2024 menyatakan hingga saat ini, KY belum menerima surat resmi dari Komisi III DPR RI terkait penolakan 9 Calon Hakim Agung dan 3 Calon Hakim ad hoc HAM di MA. “Sehingga kami belum tahu persis alasan penolakan semua calon tersebut,” tegasnya.
Lebih lanjut, Mukti menyatakan dalam persoalan ini, KY perlu meluruskan adanya persepsi pelanggaran aturan pada seleksi calon hakim agung dan calon hakim ad hoc HAM di MA. “Melalui media, Komisi III DPR menyatakan bahwa ada 2 calon hakim agung Kamar TUN Khusus Pajak yang tidak memenuhi syarat,” ujarnya.
Mukti mengemukakan, KY secara konstitusional, dalam Pasal 24 B UUD NRI Tahun 1945, mempunyai wewenang mengusulkan pengangkatan hakim agung. “Dan KY telah melakukan seleksi calon hakim agung dan calon hakim ad hoc HAM di MA sesuai prosedur dan ketentuan yang berlaku,” tegasnya.
Menurut Mukti, dua calon hakim agung Kamar TUN Khusus Pajak yang tidak memenuhi syarat tersebut, merupakan keputusan pleno untuk melakukan kelonggaran persyaratan administrasi atau diskresi berdasarkan Pasal 22 UU No 30 Tahun 2014 tentang Administarsi Pemerintahan; pertama; melancarkan penyelenggaraan pemerintahan, kedua; mengisi kekosongan hukum, ketiga; memberikan kepastian hukum; dan keempat, mengatasi stagnasi pemerintahan dalam keadaantertentu guna kemanfaatan dan kepentingan umum.
Hal tersebut menurut Mukti harus dilakukan, karena secara normatif, hakim pajak merupakan jalur hakim karir yang berdasarkan UU No 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung bahwa berpengalaman paling sedikit 20 tahun menjadi hakim.
Namun, pengadilan pajak baru dibentuk pada tahun 2002, yaitu berdasarkan UU No.14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak di mana syarat usia minimal menjadi hakim pajak adalah 45 tahun.
“Dengan demikian, tidak ada hakim pajak berpengalaman 20 tahun menjadi hakim. Menurut data KY, hakim paling senior di Pengadilan Pajak hanya mempunyai pengalaman 15 tahun sebagai hakim,” tegasnya.
Kedua; menurut Mukti, MA saat ini sangat membutuhkan hakim agung TUN khusus pajak yang sangat mendesak. Sebab dengan jumlah tumpukan perkara sebanyak 7000 lebih, yang saat ini MA hanya mempunyai 1 orang Hakim Agung TUN Khusus Pajak. “Sementara pendaftar calon hakim agung Kamar TUN khusus Pajak terbatas, sehingga diskresi tersebut diperlukan untuk memenuhi kebutuhan MA,” tambahnya.
Selain ketentuan tersebut, menurut Mukti, sudah ada preseden seleksi calon hakim agung di masa sebelumnya, dengan isu yang sama, yaitu pengangkatan 4 hakim agung militer yang belum memenuhi syarat 20 tahun.
Untuk selanjutnya, kata Mukti, KY menunggu surat resmi tentang penolakan semua calon hakim agung dan calon hakim ad hoc HAM di MA tahun 2024 dari DPR RI, khususnya Komisi III. Di mana surat tersebut nantinya akan diplenokan untuk menentukan sikap kelembagaan KY.
Respon KY itu terkait pernyataan Komisi III DPR RI yang menolak 12 calon Hakim Agung dan Ad Hoc HAM Mahkamah Agung (MA) usulan Komisi Yudisial untuk menjalani tes ujian kelayakan dan kepatutan (fit and proper test).
Sebagaimana dilansir cnn indonesia.com, Ketua Komisi III DPR RI Bambang Wuryanto (Bambang Pacul) menyebut, penolakan itu didasarkan atas kesepakatan seluruh fraksi. “Komisi III juga meminta KY mengusulkan nama-nama baru,” tegas Bambang.
“Maka Komisi III DPR RI tidak memberikan persetujuan secara keseluruhan terhadap calon Hakim Agung dan calon hakim Ad Hoc HAM pada Mahkamah Agung 2024 yang diajukan oleh KY kepada DPR RI,” kata Pacul dalam rapat Komisi III DPR, Jakarta, Rabu (28/8/2-24).
TEKS : RELEASE | EDITOR : IMRON SUPRIYADI | FOTO : IST.NET