Pekan silam, Bik Kasum bercerita tentang Bu Sur, salah satu wali murid di tempat anak Mang Kasum sekolah. Bu Sur, menurut Bik Kasum setiap kali menjemput anaknya penampilannya perlente, mewah dan glamour. Layaknya orang kaya, hampir semua perhiasannya selalu dipakai saat mengantar anaknya ke sekolah.
“Gaya orang kaya, ya begitu. Semua perhiasannya inginnya dipakai semua,” ujar Bik Kasum saat bercerita pada Mang Kasum di rumah.
“Kalau itu bukan orang kaya, tapi orang yang sedang ingin dikatakan kaya. Jadi Bu Sur itu bukan orang kaya, tapi sedang terjangkit penyakit kaya,” Mang Kasum menjawab sekenanya.
“Lho, kalau tidak kaya, pasti tidak mungkin pakai perhiasan berlebihan,” Bik Kasum protes.
“Kalau orang kaya sejati, maksudnya orang kaya yang benar-benar kaya, bukan seperti itu. Malah sebaliknya, kalau bisa dia menyembunyikan kekayaannya, supaya tidak menyakiti hati orang yang ekonominya terbatas,” ujar Mang Kasum.
Melihat penampilan Bu Sur yang berlebihan, mengundang komentar dari Mang Alib, salah satu tukang ojek langganan anak Mang Kasum. Mang Alib sempat menegur Bu Sur agar tidak terlalu norak memakai kalung dan perhiasan lainnya.
“Bu, kalau ibu pakai perhiasan yang biasa saja jangan sampai memancing orang berbuat jahat,” ujar Mang Alib setengah mengingatkan Bu Sur.
“Aku ini sudah sepuluh tahun pakai perhiasan seperti ini. Tidak ada yang menganggu,” Bu Sur seolah tersinggung dengan ucapan Mang Alib.
Karena tidak mau dibahas panjang, Mang Alib tidak mau pusing dengan jawaban Bu Sur. Mang Alib hanya senyum-senyum saja menanggapinya. Ia kemudian berlalu dengan ojeknya.
Entah berapa hari setelah teguran itu, sebuah musibah terjadi.
Menurut Bik Kasum, dua orang penjambret yang mengendarai sepeda motor telah menjambret kalung Bu Sur. Sampai-sampai leher Bu Sur terlihat merah akibat tarikan paksa dari penjambret. Kali itu, Bu Sur hanya bisa menangis di tengah sejumlah wali murid di sekolah itu.
Mang Alib yang sebelumnya pernah menegur, hanya melihat dari kejauhan. Setengahnya dalam hati Mang Alib menyalahkan Bu Sur, mengapa ketika itu Bu Sur tidak menuruti tegurannya.
“Nah, dari awal sudah aku ingatkan jangan pakai barang mewah berlebihan. Sekarang baru tahu rasa,” Mang Alib menyalahkan sikap Bu Sur.
Cerita ini sampai juga ke telinga Mang Kasum. Tapi bagi Mang Kasum semua persoalan yang muncul selalu dtanggapi santai. Hampir tak ada persoalan yang dianggap rumit. Apalagi sampai membuat stress. Termasuk masalah Bu Sur, sikap Mang Kasum hanya biasa-biasa saja.
“Rumusnya mudah, kalau Bu sur mau selamat dari penjambretan,” ujar Mang Kasum saat diberitahu Bik Kasum tentang kejadian itu.
“Kok, mudah?” Bik Kasum penasaran.
“Coba kalau jauh sebelum kejadian itu, Bu Sur sudah lebih dulu mau berbagi pada anak yatim dan fakir miskin. Insya Allah harta yang dipakai atau yang disimpan akan dijaga Tuhan. Tetapi karena Bu Sur mungkin selalu ngumbar kekayaan tanpa peduli pada kemiskinan dan anak yatim, begitulah hukuman sosial dari Tuhan. Jambert itu memang sengaja diutus untuk mengambil hak fakir miskin dan anak yatim secara paksa, yang selama ini tertahan di rumah Bu Sur,” Mang Kasum sok berfilosofi. Bik Kasum hanya mendengarkan sampai Mang kasum tuntas menjelaskan persoalan Bu Sur.
“Jadi intinya sedekah?” Bik Kasum menimpali.
“Yap! Begitulah kalau memang ingin jadi orang kaya yang sejati. Berbagilah antar sesama. Maka, Tuhan akan memberi kekayaan yang abadi dunia akhirat,” tukasnya.**
Palembang, 2012